BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Computed Assisted Tomografi (CAT) atau
Computed Tomografi (CT) diperkenalkan sejak tahun 1968 oleh Goldfrey Housfield
dan di Indonesia digunakan sejak tahun 1970. CT-Scan
merupakan perpaduan antara teknologi sinar-x, komputer, dan televisi sehingga mampu menampilkan gambar anatomis tubuh manusia dalam bentuk irisan atau slice. (Rasad, 1992)
merupakan perpaduan antara teknologi sinar-x, komputer, dan televisi sehingga mampu menampilkan gambar anatomis tubuh manusia dalam bentuk irisan atau slice. (Rasad, 1992)
Prinsip kerja dari CT-Scan yaitu hanya dapat
men-scaning tubuh dengan irisan melintang tubuh (potongan axial). Namun dengan
memanfaatkan teknologi komputer maka gambaran axial yang telah didapatkan dapat
diformat kembali hingga didapatkan gambaran coronal, sagital, oblique, diagonal
bahkan bentuk tiga dimensi dari objek tersebut. (Tortorici,1995)
Keunggulan dari teknologi inilah yang
dimanfaatkan untuk dapat memberikan diagnosa yang lebih tepat dibandingkan
dengan radiografi konvensional karena dapat membedakan soft tissue, lemak,
udara dan tulang pada irisan cossectional dan dapat direformat menjadi tiga
dimensi sehingga terlihat jelas tanpa terhalang oleh jaringan. Salah satu manfaatannya
yaitu untuk pemeriksaan CT-Scan kepala.
Untuk melihat kelainan-kelainan yang
terjadi dibagian kepala biasanya dilakukan pemeriksaan radiologi konvensional,
angiografi CT-Scan ataupun MRI. Pemeriksaan radiologi konvensional dilakukan
jika peralatan yang tersedia hanya konvensional atau karena kelainan yang
diderita pasien mudah dideteksi, misalnya karena trauma ringan. Akan tetapi,
untuk kasus trauma kepala yang disertai penurunan kesadaran atau gejala
neurologis lainnya seperti pada kasus stroke dianjurkan untuk dilakukam
pemeriksaan penunjang awal dengan CT-Scan.
Pada pemeriksaan CT-Scan diperlukan
suatu teknik untuk menentukan daerah dan luas lapangan yang akan discanning.
Untuk pemeriksaan CT-Scan kepala teknik yang digunakan adalah dua range. Range
pertama dimulai dari basis cranii
sampai pars petrosum, sedangkan range
kedua dari pars petrosum sampai vertex. Ketebalan range pertama lebih
tipis dibandingkan dengan range kedua. (Naseth, 2000)
Pada pasien dengan kasus
stroke, pelaksanaan pemeriksaan CT-Scan di RSUD
Tidar Magelang tidak menggunakan media kontras. Di RSUD Tidar Magelang
menggunakan CT-Scan single
slice. Berdasarkan hal tersebut di atas
penulis ingin mengkaji lebih lanjut mengenai pemeriksaan CT-Scan di RSUD Tidar
Magelang dengan membuat laporan kasus yang berjudul: “TEKNIK PEMERIKSAAN
CT-SCAN KEPALA NON KONTRAS DENGAN KASUS STROKE
DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD TIDAR MAGELANG”.
B. Rumusan
Masalah
Laporan kasus ini disusun dengan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
teknik pemeriksaan CT-Scan Kepala non kontras dengan kasus stroke di Instalasi Radiologi
RSUD Tidar Magelang?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan laporan kasus ini yaitu:
1. Mengetahui
teknik pemeriksaan CT-Scan Kepala dengan kasus stroke di Instalasi Radiologi RSUD Tidar
Magelang.
D. Manfaat
Penulisan
Penulisan laporan kasus ini diharapkan
bermanfaat:
1. Bagi
penulis dapat mengetahui lebih lanjut tentang prosedur Teknik pemeriksaan
CT-Scan Kepala dengan kasus stroke di Instalasi Radiologi RSUD Tidar Magelang.
2. Bagi
Akademi sebagai bahan masukan bagi penulis laporan kasus dengan topic yang
sama.
3. Bagi
Rumah Sakit dapat dijadikan literatur yang dapat membantu dalam menegakkan
diagnosa sesuai dengan teori yang ada.
E. Sistematika
Penulisan
Untuk
mempermudah dalam memahami isi laporan kasus ini, maka penulis menyajikan dalam
beberapa pokok bahasan yang terdiri:
BAB
I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang anatomi dan fisiologi, CT-Scan, Stroke, prosedur pemeriksaan
CT-Scan kepala.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang hasil dan
pembahasan.
BAB IV PENUTUP
Berisi kesimpulan dan
saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
DAN FISIOLOGI
1. Anatomi
Fisiologi Kepala
Tengkorak
dibentuk oleh beberapa tulang picak yang bentuknya melengkung, satu sama lain,
dan berhubungan erat sekali. Tengkorak terdiri atas dua bagian yaitu: tengkorak
otak dan tengkorak wajah.
a. Gubah
tengkorak, yang terdiri atas tulang-tulang:
1) Os Frontal
(bagian depan)
2) Os Parietal
(bagian tengah)
3) Os Occipital
(bagian belakang)
b.
Dasar tengkorak, yang
terdiri atas tulang-tulang:
1) Os Sphenoidalis,
tulang yang terdapat di tengah-tengah dasar tengkorak dan berbentuk seperti
kupu-kupu, dengan tiga pasang sayap.
2) Os Ethmoidalis,
terletak di sebelah depan dari Os
Sphenoidalis di antara lekuk mata.
Selain kedua tulang di atas, dasar
tengkorak dibentuk pula oleh tulang-tulang lain seperti tulang kepala belakang,
tulang dahi, dan tulang pelipis.
c. Samping
tengkorak, yang dibentuk oleh tulang-tulang:
1) Tulang
pelipis
2) Sebagian
tulang dahi
3) Tulang
ubun-ubun
4) Tulang
baji
d. Tengkorak
wajah
Tengkorak
wajah pada manusia bentuknya lebih kecil dari tengkorak otak. Di dalam
tengkorak wajah terdapat rongga-rongga yang membentuk rongga mulut (cavuum oris), rongga hidung (cavum nasi), dan rongga mata (cavum orbita).
Tengkorak
wajah terdiri dari dua bagian:
1) Bagian
hidung
a) Os Lacrimal
(tulang mata), letaknya di sebelah kanan atau kiri pangkal hidung, di sudut
mata.
b) Os Nasal
(tulang karang hidung), letaknya di dalam rongga hidung dan bentuknya
berlipat-lipat.
c) Septum Nasi
(sekat rongga hidung) adalah sambungan dari tulang tapis yang tegak.
2) Bagian
rahang
a) Os Maksilaris
(tulang rahang atas)
b) Os Zygomaticum,
tulang pipi yang terdiri dari dua tulang kiri dan kanan.
c) Os Palatum
(tulang langit-langit), terdiri dari dua buah tulang kiri dan kanan.
d) Os Mandibularis
(tulang rahang bawah), terdiri dari dua bagian yaitu bagian kiri dan kanan yang
kemudian bersatu dipertengahan dagu. Di bagian depan dari mandibula terdapat prosesus coracoid, tempat melekatnya
otot.
Tulang-tulang tengkorak kepala dihubungkan satu sama
lain oleh tulang bergerigi yang disebut sutura.
Sutura-sutura itu adalah:
1) Sutura Coronalis,
yaitu yang menghubungkan antara os frontal dan os parietal.
2) Sutura Sagitalis,
yaitu yang menghubungkan os parietal kiri dan kanan.
3) Sutura Lambdoidea,
yaitu yang menghubungkan antara os parietal dan os occipital.
2. Anatomi
Fisiologi Otak
a. Otak
(Brain)
Otak
adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer
dari semua alat tubuh. Otak merupakan dari saraf sentral yang terletak didalam
rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh suatu lapisan yang kuat. Otak
terdiri dari otak besar (Cerebrum), batang otak (Trunchus Enchepali), dan otak
kecil (Cerebellum). (Syaifudin, 1997)
1) Otak
Besar (Cerebrum)
Otak
besar merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur,
mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Otak mempunyai dua permukaan
yaitu permukaan atas dan permukaan bawah. Kedua permukaan ini dilapisi oleh
lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian korteks cerebral dan zat putih
terdapat pada bagian dalam yang mengandung serabut saraf. (Syaifudin, 1997)
Fungsi Otak
Besar, yaitu:
-
Mengingat
pengalaman-pengalaman yang lalu.
-
Pusat persarafan yang
menangani aktifitas mental, akal, intelegensi, keinginan dan memori.
-
Pusat menangis, buang
air besar dan buang air kecil.
Gambar
1. Penampang melintang otak (Syaifudin, 1997)
Keterangan
gambar 1:
1.
Medulla oblongata 7. Konvulosi
2.
Pons 8. Dienchepalon
3.
Otak tengah 9. Cerebellum
4.
Meningens 10. Hind brain
5.
Otak depan 11. Medulla spinalis
6.
Cerebrum
2) Batang Otak (Truncus Enchepali)
Batang
otak terdiri dari beberapa bagian.
a) Disenchepalon,
bagian batang otak paling atas terdapat diantara cerebellum dengan mesenchepalon.
(Syaifudin, 1997)
Fungsi
disenchepalon:
-
Vase
konstruktor, mengecilkan pembuluh darah.
-
Respiratory,
membantu proses persarafan.
-
Mengontrol kegiatan
refleks.
-
Membantu pekerjaan
jantung.
b) Mesenchepalon,
atap dari mesenchepalon terdiri dari empat bagian yang menonjol ke atas, dua di
sebelah atas disebut corpus kuadrigeminus
superior dan dua di sebelah bawah disebut corpus kuadrigeminus inferior. (Syaifudin, 1997)
Fungsi
mesenchepalon:
-
Membantu pergerakan
mata dan mengangkat kelopak mata.
-
Memutar mata dan pusat
pergerakan mata.
c) Pons varoli,
brakium pontis yang menghubungkan mesenchepalon dengan pons naroli dan
cerebellum terletak di depan cerebellum diantara otak tengah dan medulla
oblongata, disini terdapat premoktosid
yang mengatur gerakan pernafasan dan refleks. (Syaifudin, 1997)
Fungsi
pons varoli:
-
Penghubung antara kedua
bagian cerebellum dan juga antara medulla oblongata dengan cerebellum atau otak
besar.
-
Pusat saraf nervus trigeminus.
d) Medulla oblongata,
bagian batang otak paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medulla
spinalis. (Syaifudin, 1997)
Fungsi
medulla oblongata:
-
Mengontrol pekerjaan
jantung.
-
Mengecilkan pembuluh
darah (vase konstruktor).
-
Pusat pernafasan (respiratory).
-
Mengontrol kegiatan
refleks.
e) Otak
Kecil (Cerebellum)
Cerebellum
terletak pada bagian paling bawah dan belakang tengkorak, dipisahkan dengan
cerebrum oleh fisura trans versalis
dibelakangi oleh pons varoli dan di atas medulla oblongata. (Syaifudin, 1997)
Fungsi
otak kecil:
-
Arkhiocerebellum
(vestibulocerebellum), untuk keseimbangan
dan rangsangan pendengaran otak.
-
Paleacerebellum
(spinocerebellum), sebagai pusat
penerima impuls dan nervus vagus kelopak mata rahang atas, rahang bawah, dan
otot pengunyah.
-
Neocerebellum
(pontocerebellum), korteks cerebellum
menerima informasi tentang gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan
mengatur gerakan sisi badan.
-
Gambar
2. Otak dengan piameter (Syaifudin, 1997)
Keterangan
gambar:
1. Vena-vena
serebri superior
2. Lobus
frontalis
3. Vena
serebri media
4. Vena-vena
serebri inferior
5. Rolandi
6. Serebellum
7. Medulla
oblongata
8. Lobus
temporalis
b. Selaput
Otak (Meningen)
Selaput
yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang, melindungi struktur saraf
halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan cerebro spinalis). Memperkecil benturan
atu gerakan yang terdiri dari tiga lapisan. ( Syaifudin, 1997)
1)
Durameter
(lapisan sebelah luar)
Selaput
keras pembunaringgkus otak yang berasal dari jaringan ikat dan kuat dibagian
tengkorak terdiri dari selaput tulang tengkorak dan durameter propia dibagian dalam di canalis vertebralis, kedua lapisan ini terpisah. (Syaifudin, 1997)
2)
Arakhnoid
(lapisan tengah)
Merupakan
selaput halus yang memisahkan durameter dengan piameter membentuk sebuah kantong
atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral.
(Syaifudin, 1997)
3)
Piameter
(lapisan sebelah dalam)
Merupakan
selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak. Piameter berhubungan
dengan arakhnoid melalui struktur-struktur jaringan ikat yang disebut trakekel. (Syaifudin, 1997)
c. Ventrikel
Otak
Ventrikel
merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak yang saling berhubungan dan
dibatasi oleh ependima (semacam sel
epitel yang membatasi semua rongga otak dan medulla spinalis) dan mengandung
CSF (Cerebrospinal Fluid). Ventrikel
otak terdiri dari ventrikel lateral, ketiga dan keempat. (Price Sylvia, 1995)
d. Cairan
Serebrospinal
Cairan
serebrospinal adalah hasil sekresi plexus khoroid kedalam ventrikel-ventrikel
yang ada dalam otak. Cairan tersebut masuk kedalam kanalis sentralis sumsum
tulang belakang dan juga kedalam ruang subarachnoid melalui celah-celah yang
terdapat pada ventrikel ke empat.
Jumlah cairan serebrospinal dalam
ventrikel dan ruang subarachnoid berkisar antara 120-180 ml pada orang dewasa,
100-140 ml pada anak umur 8-10 tahun, dan 40-60 ml pada bayi. Pada orang
dewasa, produksi cairan serebrospinal selama 24 jam berjumlah 430-500 ml, ini
berarti dalam 24 jam cairan serebrospinal diganti sebanyak tiga kali. (Woodruff
WW, 1993)
B.
PATOLOGI STROKE
1.
Definisi
Stroke (berasal dari kata strike)
berarti pukulan pada sel otak. Biasanya terjadi karena adanya gangguan
distribusi oksigen ke sel otak. Hal ini disebabkan gangguan aliran darah pada
pembuluh darah otak, mungkin karena aliran yang terlalu perlahan, atau karena
aliran yang terlalu kencang sehingga pecah (perdarahan), akhirnya sel-sel otak
yang diurus oleh pembuluh darah tersebut mati ( Yatim F, 2005 ).
Stroke adalah tanda-tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan
gejala- gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian,
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO, 2005).
Sroke merupakan penyakit neurologis
yang sering dijumpai dan harus di tangani secara tepat dan cepat. Stroke
merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena
terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan
kapan saja. (Muttaqin, 2008)
Stroke adalah kondisi yang terjadi
ketika sebagian sel-sel otak mengalami kematian akibat gangguan aliran darah
karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak. Aliran darah yang
terhenti membuat suplai oksigen dan zat makanan ke otak juga terhenti, sehingga
sebagian otak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya ( Utami P, 2009 ).
Berdasarkan atas
jenisnya, stroke dibagi menjadi :
1. Stroke
Iskemik / Non Hemorogik
Stroke iskemik terjadi karena aliran darah ke otak
terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu
pembuluh darah.
2. Stroke
Hemorogik
Diakibatkan karena pembuluh darah pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di
otak dan merusaknya. ( Fatimah Detty N, 2009 )
2. ETIOLOGI
Banyak kondisi-kondisi yang dapat
menyebabkan stroke, tetapi pada awalnya adalah dari pengerasan arteri atau yang
disebut juga sebagai arteriosklerosis. Karena arteriosklerosis merupakan gaya
hidup modern yang penuh stress, pola makan tinggi lemak, dan kurang
berolahraga. Ketiganya sebenarnya tergolong dalam faktor risiko yang dapat
dikendalikan. Selain itu, ada pula faktor-faktor lain yang tidak dapat
dikendalikan, yaitu antara lain :
1. Faktor
Risiko Tidak Terkendali
a. Usia
Semakin bertambah tua usia, semakin
tinggi risikonya. Setelah berusia 55 tahun, risikonya berlipat ganda setiap
kurun waktu sepuluh tahun. Dua pertiga dari semua serangan stroke terjadi pada
orang yang berusia di atas 65 tahun. Tetapi, itu tidak berarti bahwa stroke
hanya terjadi pada orang lanjut usia karena stroke dapat menyerang semua
kelompok umur.
b. Jenis
kelamin
Pria lebih berisiko terkena stroke
daripada wanita, tetapi penelitian menyimpulkan bahwa justru lebih banyak
wanita yang meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi
daripada wanita, tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda
sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Dengan perkataan lain,
walau lebih jarang terkena stroke, pada umumnya wanita terserang pada usia
lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih besar.
c. Keturunan-sejarah
stroke dalam keluarga
Nampaknya, stroke terkait dengan
keturunan. Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah tekanan darah
tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah. Gaya
hidup dan pola suatu keluarga juga dapat mendukung risiko stroke. Cacat pada
bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor genetik yang
paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke yang lain.
d. Ras
dan etnik
2. Faktor
Risiko Terkendali
a. Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah tinggi)
merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan
arteri. Penderita hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat hingga enam
kali lipat dibandingkan orang yang tanpa hipertensi dan sekitar 40 hingga 90
persen pasien stroke ternyata menderita hipertensi sebelum terkena stroke.
Secara medis, tekanan darah di atas 140—90 tergolong dalam penyakit hipertensi.
Oleh karena dampak hipertensi pada keseluruhan risiko stroke menurun seiring
dengan pertambahan umur, pada orang lanjut usia, faktor-faktor lain di luar
hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko stroke. Pada orang yang tidak
menderita hipertensi, risiko stroke meningkat terus hingga usia 90, menyamai
risiko stroke pada orang yang menderita hipertensi. Sejumlah penelitian
menunjukkan obat-obatan anti hipertensi dapat mengurangi risiko stroke sebesar
38 persen dan pengurangan angka kematian karena stroke sebesar 40 persen.
b. Penyakit
Jantung
Setelah hipertensi, faktor risiko
berikutnya adalah penyakit jantung, terutama penyakit yang disebut atrial
fibrilation, yakni penyakit jantung dengan denyut jantung yang tidak teratur di
bilik kiri atas. Denyut jantung di atrium kiri ini mencapai empat kali lebih
cepat dibandingkan di bagian-bagian lain jantung. Ini menyebabkan aliran darah
menjadi tidak teratur dan secara insidentil terjadi pembentukan gumpalan darah.
Gumpalangumpalan inilah yang kemudian dapat mencapai otak dan menyebabkan
stroke. Pada orang-orang berusia di atas 80 tahun, atrial fibrilation merupakan
penyebab utama kematian pada satu di antara empat kasus stroke. Faktor lain
dapat terjadi pada pelaksanaan operasi jantung yang berupaya memperbaiki cacat
bentuk jantung atau penyakit jantung. Tanpa diduga, plak dapat terlepas dari
dinding aorta (batang nadi jantung), lalu hanyut mengikuti aliran darah ke
leher dan ke otak yang kemudian menyebabkan stroke.
c. Diabetes
Penderita diabetes memiliki risiko
tiga kali lipat terkena stroke dan mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60
tahun. Setelah itu, risiko tersebut akan menurun. Namun, ada factor penyebab
lain yang dapat memperbesar risiko stroke karena sekitar 40 persen penderita
diabetes pada umumnya juga mengidap hipertensi.
d. Kadar
kolesterol darah
Penelitian menunjukkan bahwa
makanan kaya lemak jenuh dan kolesterol seperti daging, telur, dan produk susu
dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh dan berpengaruh pada risiko
aterosklerosis dan penebalan pembuluh. Kadar kolesterol di bawah 200 mg/dl
dianggap aman, sedangkan di atas 240 mg/dl sudah berbahaya dan menempatkan
seseorang pada risiko terkena penyakit jantung dan stroke. Memperbaiki tingkat
kolesterol dengan menu makan yang sehat dan olahraga yang teratur dapat
menurunkan risiko aterosklerosis dan stroke. Dalam kasus tertentu, dokter dapat
memberikan obat untuk menurunkan kolesterol.
e. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko
stroke yang sebenarnya paling mudah diubah. Perokok berat menghadapi risiko
lebih besar dibandingkan perokok ringan. Merokok hampir melipatgandakan risiko
stroke iskemik, terlepas dari faktor risiko yang lain, dan dapat juga
meningkatkan risiko subaraknoid hemoragik hingga 3,5 persen. Merokok adalah
penyebab nyata kejadian stroke, yang lebih banyak terjadi pada usia dewasa muda
ketimbang usia tengah baya atau lebih tua. Sesungguhnya, risiko stroke menurun
dengan seketika setelah berhenti merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4
tahun setelah berhenti merokok. Perlu diketahui bahwa merokok memicu produksi
fibrinogen (faktor penggumpal darah) lebih banyak sehingga merangsang timbulnya
aterosklerosis. Pada pasien perokok, kerusakan yang diakibatkan stroke jauh
lebih parah karena dinding bagian dalam (endothelial) pada sistem pembuluh
darah otak (serebrovaskular) biasanya sudah menjadi lemah. Ini menyebabkan
kerusakan yang lebih besar lagi pada otak sebagai akibat bila terjadi stroke
tahap kedua.
f. Alkohol berlebih
Secara umum, peningkatan konsumsi
alkohol meningkatkan tekanan darah sehingga memperbesar risiko stroke, baik
yang iskemik maupun hemoragik. Tetapi, konsumsi alkohol yang tidak berlebihan
dapat mengurangi daya penggumpalan platelet dalam darah, seperti halnya
asnirin. Dengan demikian, konsumsi alkohol yang cukup justru dianggap dapat
melindungi tubuh dari bahaya stroke iskemik. Pada edisi 18 November, 2000 dari The
New England Journal of Medicine, dilaporkan bahwa Physicians Health Study
memantau 22.000 pria yang selama rata-rata 12 tahun mengkonsumsi alcohol satu
kali sehari. Ternyata, hasilnya menunjukkan adanya penurunan risiko stroke secara
menyeluruh. Klaus Berger M.D. dari
Brigham and Women’s Hospital di Boston beserta rekan-rekan juga menemukan bahwa
manfaat ini masih terlihat pada konsumsi seminggu satu minuman. Walaupun
demikian, disiplin menggunakan manfaat alkohol dalam konsumsi cukup sulit
dikendalikan dan efek samping alkohol justru lebih berbahaya. Lagipula,
penelitian lain menyimpulkan bahwa konsumsi alkohol secara berlebihan dapat
mempengaruhi jumlah platelet sehingga mempengaruhi kekentalan dan penggumpalan
darah, yang menjurus ke pendarahan di otak serta memperbesar risiko stroke
iskemik.
g. Obat-obatan terlarang
Penggunaan obat-obatan terlarang
seperti kokain dan senyawa olahannya dapat menyebabkan stroke, di samping
memicu faktor risiko yang lain seperti hipertensi, penyakit jantung, dan
penyakit pembuluh darah. Kokain juga meyebabkan gangguan denyut jantung
(arrythmias) atau denyut jantung jadi lebih cepat. Masing-masing menyebabkan
pembentukan gumpalan darah. Marijuana mengurangi tekanan darah dan bila
berinteraksi dengan faktor risiko lain, seperti hipertensi dan merokok, akan
menyebabkan tekanan darah naik turun dengan cepat. Keadaan ini pun punya
potensi merusak pembuluh darah.
h. Cedera
kepala dan leher
Cedera pada kepala atau cedera otak
traumatik dapat menyebabkan pendarahan di dalam otak dan menyebabkan kerusakan
yang sama seperti pada stroke hemoragik. Cedera pada leher, bila terkait dengan
robeknya tulang punggung atau pembuluh karotid akibat peregangan atau pemutaran
leher secara berlebihan atau adanya tekanan pada pembuluh merupakan penyebab
stroke yang cukup berperan, terutama pada orang dewasa usia muda.
i.
Infeksi
Infeksi virus maupun bakteri dapat
bergabung dengan factor risiko lain dan membentuk risiko terjadinya stroke.
Secara alami, sistem kekebalan tubuh biasanya melakukan perlawananan terhadap
infeksi dalam bentuk meningkatkan peradangan dan sifat penangkalan infeksi pada
darah. Sayangnya, reaksi kekebalan ini juga meningkatkan faktor penggumpalan
dalam darah yang memicu risiko stroke embolik-iskemik ( Yuli Saraswati, 2008 ).
3. PATOFISIOLOGI
Infark regional kortikal,
subkortikal ataupun infark regional di batang otak terjadi karena kawasan
perdarahan suatu arteri tidak/kurang mendapat jatah darah lagi. Jatah darah
tidak disampaikan ke daerah tersebut. Lesia yang terjadi dinamakan infark iskemik
jika arteri tersumbat dan infark hemoragik jika arteri pecah. Maka dari itu
“Stroke” dapat dibagi dalam :
1. Stroke
iskemik / Non Hemorogik
Iskemia disebabkan oleh adanya
penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya
terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah,
sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi
berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia, akhirnya
terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan
menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri
tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi
gangguan neurologis fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding
pembuluh darah oleh emboli.
2. Stroke
hemoragik
Pembuluh darah yang pecah
menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan subarachnoid yang
menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya
perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan
menimbulkan tingkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak
sehingga timbul kematian. Disamping itu, darah yang mengalir ke substansi otak
atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan
penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak
ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak. ( Wulandari Vina, 2007 )
C. CT-SCAN
1. Definisi
CT-Scan
CT-Scan
merupakan perpaduan antara teknologi sinar-x, komputer dan televisi sehingga
mampu menampilkan gambar anatomis tubuh manusia dalam bentuk irisan atau slice. (Rasad, 1992)
Prinsip
kerja CT-Scan hanya dapat men-scanning
tubuh dengan irisan melintang (potongan axial). Namun dengan memanfaatkan
teknologi komputer maka gambaran axial yang telah didapatkan dapat diformat
kembali sehingga didapatkan gambaran coronal, sagital, oblique, diagonal bahkan
bentuk tiga dimensi dari objek tersebut. (Tortorici, 1995)
2. Perkembangan
CT-Scan
Godfrey
Hounsfield seorang insinyur dari EMI Limited London dengan James Ambrose
seorang teknisi dari Atkinson Morley’s Hospital di London, Inggris pada tahun
1970 memperkenalkan Computed Tomography
Scanning atau CT-Scan.
(Ballinger, 1995)
a. Scanner
Generasi Pertama
Prinsip
scanner generasi pertama menggunakan pancaran sinar-x model pencil yang
diterima oleh satu atu dua detector. Waktu yang dicapai 4,5 menit untuk member
informasi yang cukup pada satu slice dari rotasi tabung dan detector sebesar
180 derajat.
b. Scanner
Generasi Kedua
Scanner
generasi ini mengalami perbaikan besar dan terbukti pancaran sinar-x model
kipas dengan menaikkan jumlah detector sebanyak 30 buah dengan waktu scanning
yang sangat pendek, yaitu 15 detik per slice atau 10 menit untuk 49 slice.
c. Scanner
Generasi Ketiga
Scanner
generasi ketiga ini dengan kenaikan 960 detektor yang meliputi bagian tepi
berhadapan dengan tabung sinar-x yang saling rotasi memutari pasien dengan
membentuk lingkaran 360 derajat secara sempurna untuk menghasilkan satu slice
data jaringan. Waktu scanning hanya berkisar satu detik.
d. Scanner
Generasi Keempat
Sekitar
tahun 1980 scanner generasi ini diperkenalkan dengan teknologi fixed-ring yang mempunyai 4800 detektor.
Saat pemeriksaan berlangsung, tabung sinar-x berputar 360 derajat mengelilingi
detector yang diam. (Bontrager, 2000)
Generasi
terakhir dari CT-Scan disebut CT Helical
atau CT spiral. Kelebihan dari tipe
ini penggambaran organ akan lebih cepat dan radiographer dapat mengolah data
menjadi gambar tiga dimensi melalui pengolahan komputer. (PROTEKSI, 1998)
3. Komponen
Dasar CT-Scan
CT-Scan
mempunyai dua komponen utama yaitu scan unit dan operatir konsul. Scan unit
biasanya berada didalam ruang pemeriksaan sedangkan operator konsul letaknya
terpisah dalam ruang kontrol.
Scan
unit terdiri dari dua bagian yaitu gantry dan
couch(meja pemeriksaan).
a. Gantry
Didalam
CT-Scan, pasien berada di atas meja pemeriksaan dan meja tersebut bergerak
menuju gentry. Gantry ini
terdiri dari beberapa perangkat yang keberadaannya sangat diperlukan untuk
menghasilkan suatu gambaran, perangkat keras tersebut antara lain tabung
sinar-x, kolimator dan detector.
1) Tabung
Sinar-x
Berdasarkan
strukturnya, tabung sinar-x sangat mirip dengan tabung sinar-x konvensional
namun perbedaannya terletak pada kemampuannya untuk menahan panas dan output
yang tinggi.
2) Kolimator
Kolimator
berfungsi untuk mengurangi radiasi hambur membatasi jumlah sinar-x yang sampai
ke tubuh pasien serta untuk meningkatkan kualitas gambaran. Tidak seperti pada
pesawat radiografi konvensional, CT-Scan menggunakan dua buah kolimator.
Kolimator pertama diletakkan pada rumah tabung sinar-x yang disebut pre-pasien kolimator. Dan kolimator
kedua diletakkan diantara pasien dan detector yang disebut pre-detektor kolimator atau post
pasien kolimator.
3) Detektor
Selama
eksposi berkas sinar-x (foton) menembus pasien dan mengalami perlemahan
(atenuasi). Sisa-sisa foton yang telah
ter-atenuasi kemudian ditangkap oleh detector. Detector memiliki dua tipe,
yaitu detektor solide state dan detektor
isian gas.
b. Couch (Meja
Pemeriksaan)
Meja
pemeriksaan merupakan tempat untuk memposisikan pasien. Meja ini biasanya
terbuat dari fiber karbon. Dengan adanya bahan ini maka sinar-x yang menembus
pasien tidak terhalangi jalannya untuk menuju ke detector. Meja ini harus kuat
dan kokoh mengingat fungsinya untuk menopang tubuh pasien selama meja bergerak
kedalam gentry.
Konsul tersedia dalam beberapa
variasi. Model yang lama msih menggunakan dua sistem konsul yaitu untuk
pengoperasian CT-Scan sendiri dan untuk perekaman dan percetakan gambar. Model
yang baru sudah memakai sistem satu konsul dimana banyak memiliki kelebihan dan
fungsi. Bagian dari sistem konsul yaitu: sistem control, sistem pencetak
gambar, dan sistem perekam gambar.
a. Sistem
Kontrol
Pada
bagian ini petugas dapat nengontrol parameter-parameter yang berhubungan dengan
beroperasinya CT-Scan seperti
pengaturan kV, mA, waktu scanning, ketebalan irisan (slice thicknes), dan lain-lain. Juga dilengkapi dengan keyboard
untuk memasukkan data pasien dan pengontrolan fungsi tertentu pada komputer.
b. Sistem
Pencetakan Gambar
Setelah gambaran CT-Scan diperoleh, gambaran tersebut
dipindahkan ke dalam bentuk film. Pemindahan ini dengan menggunakan kamera
multiformat. Cara kerjanya yaitu kamera merekam gambaran di monitor dan memindahkannya
ke dalam film. Tampilan gambar di film dapat mencapai 2-24 gambar tergantung
ukuran filmnya (biasanya 8x10 inchi atau 14x17 inchi).
c. Sistem
Perekaman Gambar
Merupakan
bagian penting yang lain dari CT-Scan. Data-data pasien yang telah ada disimpan
dan dapat dipanggil kembali dengan cepat.
Gambar 2.5 Gantry dan Couch
Gambar 2.6 Komputer dan
console
4. Parameter
CT-Scan
Beberapa parameter
untuk pengontrolan eksposi dan output gambar yang optimal antara lain:
a.
Slice thickness
Slice thickness adalah
tebalnya irisan atau potongan dari objek yang diperiksa. Nilainya dapat di
pilih antara 1mm-10mm sesuai dengan keperluan klinis. Ukuran yang tebal akan
menghasilkan gambaran dengan detai yang rendah sebakliknya ukuran yang tipis
akan menghasilkan detai yang tinggi. Jika ketebalan meninggi akan timbul
artefak dan bila terlalu tipis akan terjadi noise.
b.
Range
Range adalah perpaduan
atau kombinasi dari beberapa slice thickness. Pemanfaatan range adalah untuk
mendapatkan ketebalan irisan yang berbeda pada satu lapangan pemeriksaan.
c. Volume Investigasi
Volume
investigasi adalah keseluruhan lapangan dari objek yang diperiksa. Lapangan
objek ini diukur dari batas awal objek hingga batas akhir objek yang akan
diiris semakin besar.
d.
Faktor Eksposi
Faktor eksposi adalah
factor-faktor yang berpengaru terhadap eksposi meliputi tegangan tabung (kV),
arus tabung (mA), dan waktu eksposi (s). Biasanya tegangan tabung bisa dipilih
secara otomatis pada tiap-tiap pemeriksaan.
e.
Filed Of View (FOV)
FOV adalah diameter maksimal
dari gambaran yang akan direkonstruksi. Biasanya bervariasi dan biasanya berada
pada rentang 12-50 cm. FOV yang kecil akan meningkatkan resolusi karena FOV
yang kecil mampu mereduksi ukuran pixel, sehingga dalam rekonstruksi matriks
hasilnya lebih teliti. Namun bila ukuran FOV lebih kecil, maka area yang
mungkin dibutuhkan untuk keperluan klinis menjadi sulit untuk dideteksi.
f.
Gantry tilt
Gantry tilt adalah sudut
yang dibentuk antara bidang vertikal dengan gantry(tabung sinar-x dan
detektor). Rentang penyudutan antara -25 derajat sampai +25 derajat. penyudutan
gantrybertujuan untuk keperluan diagnosa dari masing-masing kasus yang
dihadapi. Disamping itu bertujuan untuk mengurangi dosis radiasi terhadap
organ-organ yang sensitif.
g.
Rekonstruksi Matriks
Rekonstruksi matrikxs
adalah deretan baris dari kolom picture elemen (pixel) dalam pproses
perekonstruksian gambar. Rekonstruksi matriks ini merupakan salah satu struktur
elemen dalam lemori komputer yang berfungsi untuk merekonstruksi gambar. Pada
umumnya matriks berpengaruh terhadap resolusi gambar. Semakin tinggi matriks
yang dipakai maka semakin tinggi resolusinya.
h.
Rekonstruksi Algorithma
Rekonstruksi algorithma
adalah prosedur matematis yang digunakan dalam merekonstruksi gambar.
Penampakan dan karakteristik dari gambar CT-Scan
tergantung pada kuatnya algorithma yang dipilih maka semakin tinggi resolusi
yang gambar yang akan dihasilkan. Dengan adanya metode ini maka gambaran
seperti tulang, soft tissue, dan jaringan-jaringan lain dapat dibedakan dengan
jelas pada layar monitor.
i.
Window Width
Window
width adalah rentang nilai computed
tomography yang di konversi menjadi gray levels untuk di tampilkan dalam TV
monitor. Setelah komputer menyelesaikan pengolahan gambar melalui rekonstruksi
matriks dan algorithma maka hasilnya akan di konversi menjadi sekala numerik
yang dikenal dengan nama nilai computed
tomography.
j.
Window Level
Window level adalah nilai
tengah dari window yang digunakan untuk penampilan gambar. Nilainya dapat
dipilih dan tergantung pada karakteristik pelemahan dari struktur obyek yang
diperiksa. Window level menentukan densitas gambar.
D.
PROSEDUR PEMERIKSAAN CT-SCAN
KEPALA NON KONTRAS
1.
Indikasi Pemeriksaan
a.
Penyakit bawaan (kelainan
kongenital)
b.
Kejang
c.
Peredaran darah yang tidak
normal
d.
Tumor
e.
Inflamasi
f.
Kelainan pada sistem tulang
belakang (sistem saraf)
2.
Persiapan pemeriksaan
a.
Persiapan Pasien
Tidak ada persiapan
khusus bagi pasien, hanya melepaskan benda-benda asesoris yang mengandung logam
karena akan menyebabkan artefak dan memberi penjelasan tentang prosedur
pemeriksaan agar pasien dapat bekerjasama demi kelancaran pemeriksaan. Untuk
kenyamanan pasien mengingat pemeriksaan dilakukan pada ruangan ber-AC sebaiknya
tubuh pasien diberi selimut.
b.
Persiapan Alat dan Bahan
1)
Pesawat CT-Scan
2)
Dry view (pencetak radiograf)
3)
Tabung oksigen
4)
Selimut
c.
Teknik pemeriksaan
Posisi Pasien : supine di atas meja pemeriksaan
dengan posisi kepala dekat dengan gantry.
Posisi Objek : kepala fleksi dan diletakkan pada
head holder. Kepala diposisikan sehingga mid sagital plane tubuh sejajar dengan
lampu indikator longitudinal dan meatus acusticus externus setinggi lampu
indikator horisontal. Kedua lengan pasien diletakkan di atas perut atau di
samping tubuh. Untuk mengurangi pergerakan, dahi dan tubuh pasien sebaiknya
difiksasi dengan sabuk khusus pada head holder dan meja pemeriksaan.
d.
Scan parameter
Scanogram
: kepala lateral
Range : range I dari basis
cranii sampai pars petrosus dan range II dari pars petrosus sampai vertex.
Slice thickness : 2-5 mm (range I) dan 5-10 mm (range
II).
FOV : 24 cm
Gantry tilt : sudut gantry tergantung pada
besar kecilnya sudut yang terbentuk oleh orbito meatal line (OML) dengan garis
vertikal.
kV : 120
mA : 130
Reconstruction
algorithm : soft tissue
Window width : 0-90 HU (otak supratentorial)
110-160 HU (otak pada fossa posterior)
2000-3000 HU (tulang)
Window level : 40-45 HU (otak supra tentorial)
30-40 HU(otak pada fossa posterior)
200-400 HU (tulang)
e.
Indikasi pemeriksaan CT-Scan
kepala yaitu:
1)
Suspect neoplasma, massa, lesi
atau tumor pada otak
2)
Metastase pada otak
3)
Pendarahan intrakranial
4)
Aneurysma
5)
Abses
6)
Atrofi kepala
7)
Posttraumatic abnormalities
8)
Acquired atau kelainan
kongenital
9)
Cidera kepala
10)
Stroke
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
HASIL PENELITIAN
1.
Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 38 Th
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : Kajoran
Pemeriksaan : CT-Scan Kepala
Nomor Foto : 151100xxxx
Diagnosa : Stroke ringan
2.
Riwayat Pasien
Pada hari kamis, 19
November 2015 Tn. S datang ke Instalasi Radiologi RSUD Tidar Magelang dengan membawa
surat permintaan ct scan kepala
dengan klinis stroke ringan.
3.
Prosedur Pemeriksaan
a.
Persiapan alat dan bahan
-
Pesawat CT-Scan
Merk :
Toshiba
Tipe : X Vision
No seri : A6562046
kV maks :
120 kV
mAs : 230 mAs
-
Apron
-
Pencetak radiograf
-
Selimut
-
Head holder dan perekat badan
b.
Persiapan Pasien
Tidak ada persiapan
khusus bagi pasien, assesoris yang menempel pada objek seperti anting anting disingkirkan
karena dapat mengganggu gambaran radiograf. Untuk kenyamanan pasien mengingat
pemeriksaan dilakukan pada ruangan ber-AC sebaiknya tubuh pasien diberi
selimut.
c.
Teknik Pemeriksaan
Posisi pasien : Supine di atas meja pemeriksaan dengan posisi kepala pada arah gantry. Kedua lengan diletakkan disamping
tubuh, kedua kaki lurus kebawah, MSP tubuh berada pada pertengahan meja
pemeriksaan.
Posisi Objek : Kepala diletakkan pada head holder. Kepala
diposisikan sehingga mid sagital plane kepala sejajar dengan lampu indikator
longitudinal dan meatus acusticus externus setinggi lampu indikator horisontal.
Kepala difiksasi dengan head klem. Kedua lengan pasien diletakkan di samping
tubuh dan difiksasi dengan sabuk khusus. Tubuh pasien diberi selimut. Dengan
batas atas pemeriksaan adalah vertex dan batas bawah basis cranii.
d.
Scan Parameter
Parameter pemeriksaan CT
Scan kepala dengan kasus stroke di Instalasi radiologi RSUD Tidar Kota Magelang
adalah :
1)
Scanogram :
Lateral
2)
Slice Thickness :
10 mm
3) Slice :
13 Slice
4)
Range :
1 range batas bawah setinggi basis cranii dan batas
atas
setinggi vertex
5)
Gantry tilt : 10 degrees
6)
kV : 120 kV
7)
mA : 230 mAs
e.
Hasil Radiograf
Hasil radiograf CT-Scan kepala
f.
Hasil Pemeriksaan
Tampak lesi dengan
densitas hipodens, lacunar di daerah periventricular sinistra. Tak tampak
midline shifting. Sulci dan cisterna dbn. Sistema ventrikel dbn. Cerebellum dan
pons dbn.
Kesan : Lacunar infark
periventricular sinistra
B.
PEMBAHASAN
Pelaksanaan pemeriksaan
CT-Scan kepala dengan kasus stroke di RSUD Tidar Magelang dilakukan dengan posisi supine di atas meja
pemeriksaan sehingga Mid Sagital Plane (MSP) kepala sejajar terhadap lampu
indikator longitudinal dan lampu indikator horizontal setinggi Meatus Acusticus
Externus (MAE) sehingga gambaran akan menjadi simetris.
CT-Scan mempunyai
beberapa spesifikasi slice antara lain single slice, double slice, 16 slice, 64
slice, dll.
Namun demikian, di Instalasi Radiologi RSUD Tidar Magelang jenis CT-Scan yang
digunakan adalah jenis single slice dengan slice thickness 10 mm, untuk kasus stroke ini dalam satu
lembar film berisi 12 slice yang terdiri dari scanogram 1 gambar, dan 11 slice dalam
tampilan brain untuk melihat kelainan
pada soft tissue. Pelaksanaan CT-Scan di Instalasi Radiologi RSUD Tidar
Magelang dengan indikasi stroke hanya menggunakan 1 range, dengan window width 80, window level 47 pada kondisi brain, dan window width 50, window level 25 untuk kondisi scanogram.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari laporan kasus ini dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
Teknik pemeriksaan
CT-Scan kepala pada kasus stroke di Instalasi Radiologi RSUD Tidar Magelang menggunakan slice
thickness 10 mm, 1 range, dan tidak menggunakan media kontras. Hasil
pemeriksaan CT-Scan kepala pada kasus
stroke dengan slice thickness 10 mm, 1 range, dan tanpa
menggunakan media kontras sudah cukup memberi informasi diagnosa.
B.
Saran
Untuk pemeriksaan CT-Scan
kepala pada kasus stroke dengan
kondisi pasien tidak kooperatif sebaiknya menggunakan anastesi agar hasil
gambaran CT scan menjadi maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Ballinger, P.W.
1995. Radiographic Positioning and
Radiographic Procedures Volume One, Ninth Edition. St. Louis Missori : Te
CV Mosby Company.
Bontranger, K.L. 2001. Text Book of Radiographic Positioning and
Related Anatomy Fifth Edition. St. Louis Missori : The CV Mosby Company.
Pearce,
C Evelyn. 2002. Anatomi dan
Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia
Rasad, dkk. 1999.
Radiologi Diagnostik,Gaya
baru. Jakarta.
Syaifuddin, B.A.C. 1997. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Edisi ke-2. Penerbit Buku Kedokteran. EGC : Jakarta.
Sylvia A, Price, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi IV, Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Tortorici, M, R, 1995, Advanced
Radiographic and Angiographic Procedures with an Introduction to Spealized
Imaging, F. A Davis Company, Philadelphia.
0 comments:
Post a Comment